JAKARTA - Indonesia kian memperkuat posisinya sebagai negara yang berperan penting dalam upaya transisi energi dan pengurangan emisi karbon di kawasan Asia.
Hal itu terlihat dari hasil pertemuan ketiga Asia Zero Emission Community (AZEC) yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang paling diuntungkan dari hasil kesepakatan para pemimpin 11 negara peserta AZEC. Pertemuan ini menghasilkan pernyataan bersama yang menegaskan komitmen negara-negara Asia dalam mempercepat transisi menuju emisi nol bersih (net zero emission).
“Pemerintah Indonesia berpeluang besar memperkuat pembiayaan transisi energi dan pengembangan pasar karbon yang melimpah dari Indonesia,” ujar Airlangga
Menurutnya, kesepakatan tersebut menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk mempercepat langkah menuju ekonomi hijau, sekaligus memperkuat daya saing sektor energi berkelanjutan di kawasan.
Lima Komitmen Negara Asia untuk Masa Depan Energi Bersih
Pertemuan ke-3 AZEC di Kuala Lumpur dihadiri para pemimpin dari 11 negara, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Dalam pertemuan itu, disepakati lima komitmen utama untuk memperkuat kolaborasi menuju pengurangan emisi karbon di Asia.
Komitmen pertama adalah dukungan terhadap target iklim global. Para pemimpin negara menyepakati langkah bersama untuk menurunkan emisi gas rumah kaca agar sejalan dengan batas pemanasan global 1,5 derajat Celsius. Langkah ini juga mengacu pada hasil Global Stocktake (GST) dari Konferensi Iklim COP28.
Komitmen kedua menegaskan pentingnya transisi energi yang adil, terjangkau, dan inklusif. AZEC menekankan bahwa perubahan menuju energi bersih tidak boleh membebani negara berkembang. Sebaliknya, kebijakan transisi harus menjamin akses energi bagi seluruh lapisan masyarakat serta memperkuat ketahanan energi kawasan.
“Komitmen ini sejalan dengan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) dan Free and Open Indo-Pacific (FOIP),” jelas Airlangga.
Selanjutnya, komitmen ketiga yang dikenal dengan prinsip One Goal, Various Pathways menegaskan bahwa setiap negara memiliki jalur dan pendekatan teknologi berbeda dalam mencapai target net-zero. Artinya, negara seperti Indonesia dapat menyesuaikan strategi transisinya dengan kondisi sumber daya dan struktur ekonominya sendiri.
Dorongan untuk Implementasi Nyata dan Aksi Kolektif
Selain tiga poin utama tersebut, dua komitmen lain juga disepakati sebagai arah strategis AZEC dalam satu dekade ke depan. Komitmen keempat adalah pencapaian Triple Breakthrough, yakni mendorong aksi nyata untuk menghadapi perubahan iklim, memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, serta menjamin ketahanan energi jangka panjang di kawasan.
Sementara itu, komitmen kelima berfokus pada penyusunan Action Plan for the Next Decade, yang menekankan pentingnya implementasi nyata selama sepuluh tahun mendatang.
Menurut Airlangga, kesepakatan ini bukan sekadar wacana atau diskusi semata. Ia menegaskan bahwa AZEC kini telah memasuki fase implementasi yang konkret dalam berbagai program dan investasi transisi energi.
“Dengan pernyataan bersama ini, AZEC bakal aktif bergerak dari diskusi untuk diwujudkan dalam sebuah implementasi nyata,” tutur Airlangga.
Ia menambahkan, langkah tersebut akan mempercepat realisasi target dekarbonisasi sekaligus memperluas akses pembiayaan proyek energi bersih di Indonesia.
Dukungan Teknologi dan Peluang Investasi Energi Bersih
Salah satu keuntungan besar bagi Indonesia dari hasil pertemuan AZEC adalah potensi dukungan teknologi dekarbonisasi dan akses terhadap investasi energi bersih. Airlangga menjelaskan bahwa Indonesia akan mendapatkan peluang kerja sama dalam berbagai bidang energi ramah lingkungan, mulai dari pengembangan hidrogen, energi terbarukan, hingga solusi efisiensi energi.
“Ini meningkatkan posisi Indonesia dalam kemitraan strategis energi kawasan untuk mencapai net zero emission 2060. Ini keuntungan bagi Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ujarnya.
Lebih jauh, Airlangga menekankan pentingnya kerja sama lintas negara dalam menciptakan sistem energi yang berkeadilan. Hal itu berarti, negara berkembang seperti Indonesia tidak hanya menjadi penerima teknologi, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan inovasi energi bersih yang sesuai dengan kebutuhan domestik.
“Dengan ini, Indonesia siap memperkuat kerja sama teknologi, pendanaan, dan kapasitas kelembagaan dalam kerangka AZEC,” tegasnya.
Melalui kolaborasi tersebut, pemerintah berharap dapat mempercepat pembiayaan proyek transisi energi di berbagai sektor, termasuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya, energi angin, dan pemanfaatan gas ramah lingkungan sebagai energi peralihan.
Selain manfaat ekonomi, kerja sama dalam AZEC juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas pasar karbon. Dengan cadangan sumber daya alam yang melimpah dan potensi hutan tropis yang besar, Indonesia berpeluang menjadi pemain utama dalam perdagangan karbon di Asia.
Arah Baru Diplomasi Energi Indonesia
Keterlibatan aktif Indonesia dalam forum AZEC memperlihatkan arah baru diplomasi energi nasional yang berorientasi pada kolaborasi, inovasi, dan keberlanjutan.
Langkah ini memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang serius menjalankan transisi energi hijau tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah menempatkan isu energi bersih sebagai prioritas strategis nasional yang didukung berbagai inisiatif internasional.
Partisipasi dalam AZEC juga menjadi bukti bahwa Indonesia tidak berjalan sendiri dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global. Melalui forum ini, Indonesia dapat berbagi pengalaman, teknologi, serta memperkuat akses pembiayaan dari mitra-mitra strategis di kawasan.
Dengan berbagai komitmen yang telah disepakati, diharapkan kerja sama dalam AZEC mampu mempercepat pencapaian target net-zero emission sebelum tahun 2060 dan menjadikan Asia sebagai motor penggerak ekonomi hijau dunia.