JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO), anak usaha dari Pertamina Group, terus memperkuat langkah strategisnya dalam transisi menuju energi bersih.
Perusahaan menargetkan kapasitas pembangkit listrik panas bumi yang dikelola secara mandiri mencapai 1,8 gigawatt (GW) pada 2033, sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemandirian energi nasional berbasis sumber daya terbarukan.
Dorongan Menuju Swasembada Energi Panas Bumi
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk., Julfi Hadi, menyampaikan bahwa PGEO telah menyiapkan peta jalan jangka panjang untuk memperbesar kontribusi panas bumi terhadap bauran energi nasional. Seiring beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 berkapasitas 55 megawatt (MW) pada pertengahan 2025, kapasitas terpasang yang dikelola langsung oleh PGEO kini mencapai 727 MW dari enam wilayah kerja operasi.
“PGE terus menatap ke depan untuk mewujudkan target 1,8 GW pada 2033 dan mengembangkan potensi panas bumi hingga 3 GW,” ujar Julfi.
Menurut Julfi, pencapaian target kapasitas 1 GW dalam dua hingga tiga tahun ke depan akan menjadi pijakan penting untuk ekspansi berikutnya. Ia menegaskan bahwa peningkatan kapasitas bukan hanya demi pertumbuhan bisnis semata, tetapi juga komitmen untuk menghadirkan energi bersih yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
“Pencapaian target 1 GW nantinya justru akan menjadi awal dari perjalanan yang lebih jauh menuju swasembada energi,” tambahnya.
Proyek Strategis dan Sinergi Pengembangan Panas Bumi
PGEO saat ini tengah menggarap beberapa proyek penting untuk memperkuat kapasitas produksinya. Di antaranya adalah pengembangan proyek Hululais Unit 1 dan 2 yang berkapasitas 110 MW, serta proyek co-generation dengan total kapasitas tambahan sekitar 230 MW. Selain itu, kegiatan eksplorasi juga dilakukan di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Tiga yang telah diresmikan langsung oleh Presiden Prabowo pada Juni 2025.
Julfi menegaskan, sinergi antara pengembangan teknologi dan efisiensi operasional menjadi kunci agar setiap proyek memberikan dampak maksimal. Dengan dukungan pemerintah dan kolaborasi bersama mitra strategis, PGEO optimistis dapat mempercepat pencapaian target jangka panjang.
Selain proyek di dalam negeri, PGEO juga menyiapkan strategi jangka menengah untuk memperluas potensi pasar energi panas bumi di Asia Tenggara. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi dan keunggulan operasional yang dimiliki Pertamina Group dalam pengelolaan energi panas bumi.
Kinerja Keuangan Masih Solid Meski Dihantui Efisiensi
Di sisi keuangan, PGEO masih menunjukkan kinerja positif di tengah tantangan efisiensi biaya. Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk., Yurizki Rio, menyebutkan bahwa beroperasinya PLTP Lumut Balai Unit 2 telah berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan perseroan.
Sepanjang kuartal III/2025, PGEO mencatat pendapatan sebesar US$318,86 juta atau naik 4,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian ini melampaui target yang ditetapkan sebelumnya sebesar US$314,30 juta.
“Pencapaian ini menjadi bukti nyata kemampuan perseroan dalam memperkuat kinerja operasional sekaligus mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan,” ujar Rio.
Namun demikian, tantangan efisiensi masih menjadi pekerjaan rumah bagi perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan, laba bersih PGEO justru turun 22,17% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi US$104,27 juta atau setara Rp1,73 triliun. Sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih tercatat sebesar US$133,99 juta atau sekitar Rp2,22 triliun.
Penurunan laba tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya beban pokok pendapatan dan beban langsung lainnya sebesar 16,83% menjadi US$140,21 juta. Laba bruto perusahaan pun terkoreksi 3,95% menjadi US$178,64 juta. Selain itu, beban umum dan administrasi juga naik dari US$15,02 juta menjadi US$21,16 juta.
Prospek dan Proyeksi Pertumbuhan Bisnis Panas Bumi
Meski menghadapi tekanan efisiensi, prospek bisnis PGEO tetap menjanjikan. Berdasarkan riset Maybank Sekuritas yang diterbitkan 30 September 2025, ekspansi besar-besaran yang dilakukan PGEO memang memerlukan biaya investasi besar dalam jangka pendek, namun akan menjadi pendorong pertumbuhan berkelanjutan di masa depan.
Analis Maybank Sekuritas, Etta Rusdiana Putra dan Hasan Barakwan, memperkirakan kapasitas pembangkit PGEO akan tumbuh dengan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 7,7% pada periode 2024–2028, mencapai 847 MW pada 2028.
Pertumbuhan kapasitas tersebut akan menjadi motor utama peningkatan pendapatan, dengan proyeksi naik 7% per tahun hingga mencapai US$533 juta pada 2028. Sementara margin EBITDA diprediksi tetap kuat di kisaran 82–83%, meskipun margin laba bersih diperkirakan bertahan di level 35–38% sepanjang 2025–2027.
Dengan proyeksi tersebut, pendapatan PGEO tahun 2025 diperkirakan mencapai US$426 juta, naik dari US$407 juta pada 2024. Namun laba bersih tahun ini kemungkinan turun menjadi sekitar US$150 juta dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$160 juta.
Riset tersebut menyimpulkan bahwa peningkatan kapasitas dan investasi jangka panjang PGEO akan menjadi faktor utama bagi pertumbuhan jangka menengah. Walaupun laba bersih berpotensi tertekan sementara akibat ekspansi besar, strategi penguatan kapasitas panas bumi akan menjadi pondasi kuat bagi ketahanan energi nasional sekaligus memperkuat posisi PGEO sebagai pemain utama energi bersih di kawasan.